A.
Pengertian
politik dalam islam
Politik berasal dari bahasa latin politicus dan bahasa Yunani politicos, artinya sesuatu yang
berhubungan dengan warga Negara atau warga kota. Kedua kata itu berasal daAri
kata polis artinya kota. Politik juga diartikan sebagai seni memerintah dan
mengatur masayarakat. Sedangkan secara terminology politik ialah cara dan upaya
menangani masalah – masalah rakyat dengan seperangkat undang – undang untuk
mewujudkan kemasalahatan dan mencegah hal – hal yang merugikan bagi kepentngan
manusia.
Dalam bahasa Arab, politik disebut siyasah, berasal
dari kata : sasa / ya susu syasatan yang beratimengatur,mengurus dan memerintah
atau pemerintahan,politik dan pembuatan kebijaksanaan. Pengertian secara
kebahasaan ini mengisyaratkan bahwa tujuan politik adalah mengatur dan membuat
kebijaksanaan atas sesuatu yang bersifat politis untuk mencapai sesuatu. Fiqih
yang membahas masalah itu disebut fiqsiasah.
Secara terminology Imam Al-Mawardi mendefinisikan
politik sebagai : hirasatuddin wa siyasatud-dunya biha(sebuah upaya menjaga
eksistensi Islam dan mengatur manusia dengan aturan islam) (Al-Ahkam
As-Shulthoniah Abul Hasan Al-Mawardi As-Syafi’I –W.450H) atau yang sebagaimana yang disimpulkan Yusuf
Al-Qardhawi politik adalah “bahwa politik adalah segala hal yang berkaitan
dengan cara memimpin, memenuhi hak-hak dan amanat rakyat, serta lainnya.
Dalam khasanah pengetahuan islam tema tentang
politik sudah sejak lama menjadi pembahasan dikalangan ulama,karena tabiat
dasar agam islam yang bersifat universal dan komprehensiv meliputi aturan hidup
dan hukum bagi manusia.
Ungkapan Hasan Al-Banna berikut dapat mewakili apa
yang menjadi pemahaman ulama-ulama terdahulu : islam adalah system yang syamil atau dalam (menyeluruh) mencakup
seluruh aspek kehidupan. Iya adalah Negara dan tanah air, pemerintahan dan
umat, moral dan kekuatan , kasih saying dan keadilan, peradaban dan
undang-undang,ilmu pengetahuan dan hukum,materi dan kekayaan alam,penghasilan
dan kekayaan, jihad dan dakwah,serta pasukan dan pemikiran. Sebagai mana Ia
juga Aqidah yang murni dan ibadah yang benar,tidak kurang tidak lebih.
Karenanya banyak ulama- ulama kita terdahulu menulis
kitab –kitab fiqih terutama pada pembahasan Al-Imammah (kepemimpinan) ,
Al-qadha (pperadilan) , Al- Hudud
(hukuman), Al –Jihad (perang melawan kaum kafir), Al-hukm
(pemerintahan), As-Syasah (politik), Al – idarah (administrasi ) , Al-maal
(keuangan) dan lain lain seperti dalam
kitab kitab terkenal seperti At-Thruruq Al – Hukmyah, karya Ibnu Qayim
(w.203 H) dan kitab lainnya karena dalam
Islam banyak aturan aturan dalam ibadah dan muamalah yang saling
berkaitan dengan Negara seperti halnya pelaksanaan Zakat,haji dan hukum an DLL
yang tidak dapat dilaksanakan secara optimal kecuali ada peran Negara
didalamnya. Politik Islam juga dapat diartikan sebagai aktivitas politik
sebagian umat islam yang menjadikan Islam sebagai acuan nilai dan basis
soladaritas kelompok.
Hal ini karena islam adalah meliputi akidah syariat
Ad diin waddawulah. Hal itu sangat berbeda dengan agama – agama lain, seperti
Kristen ,yahudi,budha dan hindu. Karena agama agama tersebut hanya memuat
tuntutnan moral saja , tetapi tidak mengajarkan system politik , sistim
ekonomi,system hukum,pemritahan dan social.
Sehingga wajar jika kemudian pelibatan agama
tersebut dalam kehidupan politik dan pemerintahan akan menyebabkan pemerkosaan
dan penodaan terhadap agama. Karena pada dasarnya yang membuat aturan tersebut
bukanlah tuhan, tapi akal dan nafsu manusia. Tetapi sangat berbeda dengan islam
yang bersifat syamil dan kamil, yaitu bersifat menyeluruh, tidak memiliki cacat
sedikitun mengetur seluruh sisi kehidupan manusia dari kehidupan
individu,keluarga,masyarakat dan Negara. Dan urusan yang paling kecil makan ,
tidur dan lain – lain. Sampai yang paling besar seperti : politik,ekonomi,hukum
dan lain lain.
B.
Macam – macam politik Islam
Politik
Islam secara umum terbagi menjadi tiga mcam sebagai berikut :
1. Siyasah
Dusturiyah merupakan segala bentuk tata ukuran atau
teori-teori tentang Politik Tata Negara dalam Islam atau yang membahas masalah
perundang-undangan Negara agar sejalan dengan nilai-nilai syari’at. Artinya,
undang-undang itu mengacu terhadap konstitusinya yang tercermin dalam
prinsip-prinsip Islam dalam hukum-hukum syari’at yang disebutkan di dalam
al-Qur’an dan sunnah Nabi, baik mengenai akidah, ibadah, akhlak, muamalah
maupun berbagai macam hubungan yang lain.
Prinsip-prinsip yang diletakkan dalam
perumusan undang-undang dasar adalah jaminan atas hak asasi manusia setiap
anggota masyarakat dan persamaan kedudukan semua orang di mata hukum, tanpa
membeda-bedakan stratifikasi sosial, kekayaan, pendidikan dan agama. Sehingga
tujuan dibuatnya peraturan perundang-undangan untuk merealisasikan kemaslahatan
manusia dan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sebagai suatu petunjuk bagi
manusia, al-Qur’an menyediakan suatu
dasar yang kukuh dan tidak berubah bagi semua prinsip-prinsip etik dan moral
yang perlu bagi kehidupan ini.
Menurut Muhammad Asad, al-Qur’an memberikan suatu jawaban komprehensif untuk
persoalan tingkah laku yang baik bagi manusia sebagai anggota masyarakat dalam
rangka menciptakan suatu kehidupan berimbang di dunia ini dengan tujuan
terakhir kenahagiaan di akhirat. Ini berarti penerapan nilai-nilai universal
al-Qur’an dan hadist adalah faktor penentu keselamatan umat manusia di bumi
sampai di akhirat, seperti peraturan yang pernah dipraktekkan Rasulullah SAW
dalam Negara Islam pertama yang disebut dengan “Konstitusi Madinah” atau
“Piagam Madinah”.
Setelah Nabi wafat, tidak ada konstitusi
tertulis yang mengatur Negara Islam, umat Islam dari zaman ke zaman, dalam
menjalankan roda pemerintahan berpedoman kepada prinsip-prinsip al-Qur’an dan
teladan Nabi dalam sunnahnya. Pada masa khalifah empat, teladan Nabi masih
diterapkan dalam mengatur masyarakat Islam yang sudah berkembang. Namun pasca khulafa’ ar-Rasidin tepatnya pada abad
ke-19, setelah dunia Islam mengalami penjajahan barat, timbul pemikiran di
kalangan ahli tata negara di berbagai dunia Islam untuk mengadakan konstitusi.
Pemikiran ini timbul sebagai reaksi atas kemunduran umat Islam dan respons
terhadap gagasan politik barat yang masuk di dunia Islam bersamaan dengan
kolonialisme terhadap dunia Islam. Sebab salah satu aspek dari isi konstitusi
atau Undang-Undang Dasar adalah bidang-bidang kekuasaan negara. Kekuasaan itu
dikenal dengan istilah Majlis Syura “
ahl al-halli wa al-aqdi
Menurut Abdul Kadir Audah,
kekuasaan dalam negara Islam itu dibagi ke dalam lima bidang, artinya ada lima
kekuasaan dalm Negara Islam, yaitu :
1.
Sulthah
Tanfizhiyyah ( kekuasaan penyelenggara undang-undang
)
2.
Sulthah
Tashri’iyah ( kekuasaan pembuat undang-undang )
3.
Sulthah
Qadhoiyah ( kekuasaan kehakiman )
4.
Sulthah
Maliyah ( kekuasaan keuangan )
5.
Sulthah
Muraqabah wa Taqwim ( kekuasaan pengawasan masyarakat )
2. Siyasah
Dauliyah merupakan segala bentuk tata ukuranatua
teori-teori tentang sistem hukum internasional dan hubungan antar bangsa. Pada
awalnya Islam hanya memperkenalkan satu sistem kekuasaan politik di bawah
risalah Nabi Muahammad SAW dan berkembang menjadi satu sistem khilafah atau
kekhlfaan.
Dalam sistem ini dunia internasional,
dipisahkan dalam tiga kelompok kenegaraan, yaitu :
1.
Darussalam,
yaitu
negara yang ditegakkan atas dasar berlakunya syariat Islam dalam kehidupan.
2.
Darul-Harbi,
yaitu
negara non Islam yang kehadirannya mengancam kekuasaan negara-negara Islam
serta menganggap musuh terhadap warga negaranya yang menganut agama Islam.
3.
Darus-Sulh,
yaitu
negara non-Islam yang menjalin persahabatan dengan negara-negara Islam, yang
eksistensinya melindungi warga negara yang menganut agama Islam.
Antara Darus-Salam dengan darus-sulh
terdapat presepsi yang sama tentang batas kedaulatannya, untuk saling
menghormati dan bahkan menjalin kerjasama dengan dunia internasional. Keduanya
saling terikat oleh konvensi untuk tidak saling menyerang dan hidup bertetangga
secara damai, sementara hubungan antara darus-salam dengan darus-harb selalu
diwarnai oleh sejarah hitam. Masing-masing selalu memperhitungkan terjadi
konflik, namun demikian Islam telah meletakkan dasar untuk tidak berada dalam
posisi pemrakarsa meletusnya perang. Perang dalam hal ini merupakan letak
mempertahankan diri atau sebagai tindakan balasan.
Perang dalam rangka mengahdapi serangan musuh di dalam Islam memperoleh
pengakuaan yang syah secara hukum, dan termasuk dalam kategori jihad. Meskipun
jihad dalam bentuk perang di benarkan di dalam Islam, namun pembenaran tersebut
hanya sebatas di dalam mempertahankan diri atau tindakan balasan. Juga terbatas
didalam rangka menaklukkan lawan bukan untuk membinasakan dalam arti
pembantaiaan atau pemusnahan. Oleh karena itu, mereka yang menyerah, tertawan,
para wanita, orang tua dan anak-anak, orang-rang cacat, tempat-tempat ibadah,
dan sarana serta prasarana ekonomi rakyat secar umum harus dilindungi.
3. Siyasah
Maaliyah, Politik yang mengatur sistem ekonomi
dalam islam. Politik ekonomi Islam yang menjamin terpenuhinya kebutuhan primer
setiap rakyat dan tercukupinya kebutuhan pelengkap sesuai dengan kadar
kemampuannya. Untuk itu, semua kebijakan ekonomi Islam harus diarahkan untuk
menjamin terpenuhinya kebutuhan asasi dan ( jika memungkinkan ) terpenuhinya
kebutuhan pelengkap pada setiap orang ( perindividu ) yang hidup di dalam
Negara Islam, sesuai dengan syariah Islam. Karenanya income Negara untuk
terealisasinya pemenuhan kebutuhan ekonomi Negara melalui zakat, kharraj (
pajak ), jizyah ( kontribusi jaminan keamanan yang diambil dari non muslim
sebagai ganti zakat bagi muslim ), denda, ghanimah dan fa’I serta segla bentuk
incame yang sesuai dengan syariat Islam.
D.
Karakteristik Politik Islam
Yusuf Quradhawy emberikan gambaran
tentang karakter politik Islam, bahwa masyarakat islam merupakan sebuah
masyarakat yang unik baik dalam komposisi unsur pembentukannya ataupun dalam
karakter spesifiknya. Ia adalah masyarakat Rabbani, manusiawi dan seimbang .
keanggotaannya mencakup ragam etnisitas dan komunal. Ia adalah masyarakat
lintas local, lintas cultural, dan lintas etnis yang diikat oleh nilai-nilai
dan akidah Islam, sehingga melahirkan tata sosial dan siyasah yang khas. Siyasah Islam merupakan cerminan utuh
dari karakter Islam seperti sifat syumuliyah
( universal ), dan waqi”iyah (
realistik ). Adapun karakteristik siyasah Islam adalah sebagai berikut :
Pertama,
Bersifat Rabbaniyah, dalam arti
sumber, teori, dan aplikasinya. Maksudnya seluruh aktivitas siyasah mengacu
kepada hukum dan nilai-nilai yang berasal dari Allah SWT atau keteladanan Nabi
Muhammad SAW. Maka semua konsepsi, metodelogi, dan aplikasi siyasah Islam
mengacu pada sumber-sumber rabbaniyah.
Aktivitas siyasah apapun yang dilakukan oleh kaum muslimin tidak pernah lepas
dari tanggung jawab manusia sebagai khalifah-Nya di bumi yang bertugas
memakmurkannya dengan kehendak dan ketentuan-Nya.
Kedua,
syari’ah. Maksudnya menjunjung tinggi
syari’ah yang berisi hukum-hukum Allah SWT dalam seluruh aspeknya.
Menurut imam al-Mawardi syariah mempunyai posisi menentukan sebagai sumber
legitimasi terhadap kekuasaan. Ia memadukan antara realita kekuasaan dan
idealitas siyasah seperti di syariatkan oleh agama, dan menjadikan agama sebagai
ukuran jurifikasi kepantasan atau kaepatutan siyasah yang menyebabkan ia berhak
menjalankan kekuasaan. Dengan demikian, dalam siyasah Islam, sebuah penguasa
atau pemerintahan yang tidak menerapkan syariah dipandang sebagai pemerintahan atau penguasa yang tidak
syar’i ( tidak legitimed ). Setiap muslim wajib menolak pemerintah yang tidak
syar’i dan tidak menerapkan hukum-hukum Allah SWT.
Ketiga,
seimbang baik dalam pandangan hidup ataupun perilaku. Maksudnya bahwa seluruh
sistem politik Islam berdiri di atas landangan keseimbangan yang telah menjadi
ciri alamiah segala makhluk Allah SWT. Oleh karena iitu, sikap, kebijakan, atau
tindakan, lebih-lebih tindakan siyasah yang menjauh dari asas keseimbangan akan
menimbulkan dampak dan implikasi yang
sangat luas, yaitu terjadinya berbagai kerusakan di segala bidang kehidupan.
Selanjutnya kerusakan-kerusakan itu akan semakin meluas dan melahirkan berbagai
malapetaka yang kehancurannya bukan hanya melanda kehidupan manusia sebagai
pelaku kerusakan tapi juga pada alam lingkungannya
Keempat, adil yaitu
meletakkan sesuatu pada tempatnya tanpa melampaui batas. Maksudnya, bahwa
politik Islam meletakkan adil sebagai pra syarat legitimasi sebuah
pemerintahan. Oleh karenanya, Islam memandang suatu kebijakan atau tindakan
yang jelas-jelas mengabaikan keadilan dan menyepelekan kebenaran adalah salah
satu bentuk kezaliman. Kezaliman dan ketidakadilan identik dengan kerusakan dan
kegelapan. Keduanya menjadi sumber kehancuran bagi kemanusiaan.
Kelima,
moderat ( wasathiyah ).
Maksudnya, bahwa politik Islam harus berdiri dengan kebenaran tengah dua
kebatilan, keadilan di tengah dua kezaliman, di tengah-tengah di antara dua
ekstemitas yang menolak eksageritas. Misalnya, masala-masalh yang menyangkut
sistem moral yang memadu perilaku siyasah seorang muslim. Ia berada di tengah
antara sistem moral yang sangat idealistic yang nyaris tidak dapat diterapkan
oleh manusia dengan sistem moral yang sangat pragmatic yang cenderung tidak
mengindahkan norma-norma ideal.
Keenam,
alamiah dan manusiawi. Maksudnya siyasah Islam tidak mengeksploitasi alam
secara membabi buta. Bahkan aktivitas siyasah yang dapat merusak tata alamiah
yang disebabkan pembangkangan tehadap hukum-hukum Allah SWT dipandang sebagai
telah melakukan kerusakkan dimuka bumi. Demikian pula Islam memandang
penghargaan dan penghormatan kepada harkat masing-masing sebagai kebajikan yang
sangat manusiawi. Untuk itu, Islam menekankan para pemegang kekuasaan supaya
terus menjunjung tinggi HAM yang paling fundamental seperti hak hidup dan
kehormatannya selain memperhatikan masalah kebutuhan primer manusia yang
dengannya ia dapat menjaga harkat dan martabatnya.
Ketujuh,
Egaliter, maksudnya siayasah Islam menempatkan manusia pada posisi yang
sama dan juga menjanjikan semua manusia memperoleh persamaan dan keadilan yang
merata tanpa membeda-bedakan warna
kulit, jenis kelamin, kebangsaan, ataupun keyakinannya.
Kedelapan, memerdekakan. Watak siyasah Islam yang alamiah, manusiawi, egaliter
berkonsekuensi pada menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan universal.
Kemanusiaan adalah salah satu nialai kemanusiaan yang paling fundamental.
Secara luas kaum muslimin meyakini tiga nikmat dari Allah SWT yang dipandang
paling fundamental, yaitu nikmat iman, nikmat hidup, dan kemerdekaan. Dalam
Islam ketiga nikmat itu dikategorikan sebagai bagian dari HAM yang asasi dan
karenanya harus dihormati secara proporsional.
Maka Islam menekankan enam prinsip yang
harus menjadi landasan aktivitas politik yang bertujuaan mencciptakan suatu
situasi dan iklim kemerdekaan, yaitu :
1. Kebebasan
dalam Islam tidak boleh lepas dari prinsip keadilan.
2. Kebebasan
yang ditekankan islam adalah kebebasan yang disertai sifat akhlak
terpuji,seperti kasih sayang, lemah lembut dan sebagainya.
3. Kebebasan
yang diberikan Islam kepada individu dan masyarakat adalah kebebasan yang
disesuiakan dengan syariah dan selaras dengan tabiat manusia.
4. Kebebasan
yang dikuatkan Islam adalah kebebasan yang menyelaraskan antara hak-hak
individu dan hak-hak masyarakat
5. Kebebasan
individu menurut Islam akan berhenti dimana, bermula kebebasan orang lain
6. Kebebasan
hakiki tidak akan terwujud jika tidak dalam rangka agama, akhlak, tanggung
jawab, akal dan keindahan
Kesembilan,
Bermoral. Maksudnya kebebasan yang
diwujudkan oleh siyasah Islam bertujuan untuk memastikan manusia sebagai
makhluk bermoral yang dengan kemerdekaan dan kebebasannya ia menjadi orang
bertanggung jawab terhadap semua pilihan yang diambilnya.
Kesepuluh,
orientasi pelayanan. Maksudnya secara fundamental aktivitas siyasah Islam
bertanggung jawab dalam memperhatikan dan melayani semua yang berada dalam
kekuasaannya, terutama mereka yang lemah secar ekonomi dan sosial. Selanjutnya
pemerintah berkewajiban memberikan jaminan yang layak kesemua penduduk agar
memperoleh semua hak-haknya dan terbebas dari kesewnang-wenangnya orang kuat
yang memangsa mereka.
Kesebelas, orientasi ukhrawi.
Maksudnya dengan siyasah Islam diharapkan akan terciptanya kehidupan yang
sejahtera di dunia dan di akhirat. Karena aktivitas siyasah yang hanya
diarahkan untuk memperoleh kesenangan atau kesejahteraan duniawi justru berjuang pada kesengsaraan dan
penderitaan, bahkan dalam banyak kasus, kehancuraan.
DAFTAR
PUSTAKA
Drs.
H. Saidus Syahar S. H. ,Asas – Asas Hukum Islam
( penerbit Alumni :1974 Bandung)
( penerbit Alumni :1974 Bandung)
0 cuap cuap:
Post a Comment