Pages

Tuesday, January 14, 2014

Politik menurut Islam



A.    Pengertian politik dalam islam        
Politik berasal dari bahasa latin politicus dan bahasa Yunani politicos, artinya sesuatu yang berhubungan dengan warga Negara atau warga kota. Kedua kata itu berasal daAri kata polis artinya kota. Politik juga diartikan sebagai seni memerintah dan mengatur masayarakat. Sedangkan secara terminology politik ialah cara dan upaya menangani masalah – masalah rakyat dengan seperangkat undang – undang untuk mewujudkan kemasalahatan dan mencegah hal – hal yang merugikan bagi kepentngan manusia.
Dalam bahasa Arab, politik disebut siyasah, berasal dari kata : sasa / ya susu syasatan yang beratimengatur,mengurus dan memerintah atau pemerintahan,politik dan pembuatan kebijaksanaan. Pengertian secara kebahasaan ini mengisyaratkan bahwa tujuan politik adalah mengatur dan membuat kebijaksanaan atas sesuatu yang bersifat politis untuk mencapai sesuatu. Fiqih yang membahas masalah itu disebut fiqsiasah.
Secara terminology Imam Al-Mawardi mendefinisikan politik sebagai : hirasatuddin wa siyasatud-dunya biha(sebuah upaya menjaga eksistensi Islam dan mengatur manusia dengan aturan islam) (Al-Ahkam As-Shulthoniah Abul Hasan Al-Mawardi As-Syafi’I –W.450H)  atau yang sebagaimana yang disimpulkan Yusuf Al-Qardhawi politik adalah “bahwa politik adalah segala hal yang berkaitan dengan cara memimpin, memenuhi hak-hak dan amanat rakyat, serta lainnya.
Dalam khasanah pengetahuan islam tema tentang politik sudah sejak lama menjadi pembahasan dikalangan ulama,karena tabiat dasar agam islam yang bersifat universal dan komprehensiv meliputi aturan hidup dan hukum bagi manusia.
Ungkapan Hasan Al-Banna berikut dapat mewakili apa yang menjadi pemahaman ulama-ulama terdahulu : islam adalah system  yang syamil atau dalam (menyeluruh) mencakup seluruh aspek kehidupan. Iya adalah Negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, moral dan kekuatan , kasih saying dan keadilan, peradaban dan undang-undang,ilmu pengetahuan dan hukum,materi dan kekayaan alam,penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah,serta pasukan dan pemikiran. Sebagai mana Ia juga Aqidah yang murni dan ibadah yang benar,tidak kurang tidak lebih.
Karenanya banyak ulama- ulama kita terdahulu menulis kitab –kitab fiqih terutama pada pembahasan Al-Imammah (kepemimpinan) , Al-qadha (pperadilan) , Al- Hudud  (hukuman), Al –Jihad (perang melawan kaum kafir), Al-hukm (pemerintahan), As-Syasah (politik), Al – idarah (administrasi ) , Al-maal (keuangan) dan lain lain seperti dalam  kitab kitab terkenal seperti At-Thruruq Al – Hukmyah, karya Ibnu Qayim (w.203 H) dan kitab lainnya karena dalam  Islam banyak aturan aturan dalam ibadah dan muamalah yang saling berkaitan dengan Negara seperti halnya pelaksanaan Zakat,haji dan hukum an DLL yang tidak dapat dilaksanakan secara optimal kecuali ada peran Negara didalamnya. Politik Islam juga dapat diartikan sebagai aktivitas politik sebagian umat islam yang menjadikan Islam sebagai acuan nilai dan basis soladaritas kelompok.
Hal ini karena islam adalah meliputi akidah syariat Ad diin waddawulah. Hal itu sangat berbeda dengan agama – agama lain, seperti Kristen ,yahudi,budha dan hindu. Karena agama agama tersebut hanya memuat tuntutnan moral saja , tetapi tidak mengajarkan system politik , sistim ekonomi,system hukum,pemritahan dan social.
Sehingga wajar jika kemudian pelibatan agama tersebut dalam kehidupan politik dan pemerintahan akan menyebabkan pemerkosaan dan penodaan terhadap agama. Karena pada dasarnya yang membuat aturan tersebut bukanlah tuhan, tapi akal dan nafsu manusia. Tetapi sangat berbeda dengan islam yang bersifat syamil dan kamil, yaitu bersifat menyeluruh, tidak memiliki cacat sedikitun mengetur seluruh sisi kehidupan manusia dari kehidupan individu,keluarga,masyarakat dan Negara. Dan urusan yang paling kecil makan , tidur dan lain – lain. Sampai yang paling besar seperti : politik,ekonomi,hukum dan lain lain.
B. Macam – macam politik Islam
Politik Islam secara umum terbagi menjadi tiga mcam sebagai berikut :
1.      Siyasah Dusturiyah merupakan segala bentuk tata ukuran atau teori-teori tentang Politik Tata Negara dalam Islam atau yang membahas masalah perundang-undangan Negara agar sejalan dengan nilai-nilai syari’at. Artinya, undang-undang itu mengacu terhadap konstitusinya yang tercermin dalam prinsip-prinsip Islam dalam hukum-hukum syari’at yang disebutkan di dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi, baik mengenai akidah, ibadah, akhlak, muamalah maupun berbagai macam hubungan yang lain.
       Prinsip-prinsip yang diletakkan dalam perumusan undang-undang dasar adalah jaminan atas hak asasi manusia setiap anggota masyarakat dan persamaan kedudukan semua orang di mata hukum, tanpa membeda-bedakan stratifikasi sosial, kekayaan, pendidikan dan agama. Sehingga tujuan dibuatnya peraturan perundang-undangan untuk merealisasikan kemaslahatan manusia dan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sebagai suatu petunjuk bagi manusia, al-Qur’an menyediakan  suatu dasar yang kukuh dan tidak berubah bagi semua prinsip-prinsip etik dan moral yang perlu bagi kehidupan ini.
       Menurut Muhammad Asad, al-Qur’an  memberikan suatu jawaban komprehensif untuk persoalan tingkah laku yang baik bagi manusia sebagai anggota masyarakat dalam rangka menciptakan suatu kehidupan berimbang di dunia ini dengan tujuan terakhir kenahagiaan di akhirat. Ini berarti penerapan nilai-nilai universal al-Qur’an dan hadist adalah faktor penentu keselamatan umat manusia di bumi sampai di akhirat, seperti peraturan yang pernah dipraktekkan Rasulullah SAW dalam Negara Islam pertama yang disebut dengan “Konstitusi Madinah” atau “Piagam Madinah”.
       Setelah Nabi wafat, tidak ada konstitusi tertulis yang mengatur Negara Islam, umat Islam dari zaman ke zaman, dalam menjalankan roda pemerintahan berpedoman kepada prinsip-prinsip al-Qur’an dan teladan Nabi dalam sunnahnya. Pada masa khalifah empat, teladan Nabi masih diterapkan dalam mengatur masyarakat Islam yang sudah berkembang. Namun  pasca khulafa’ ar-Rasidin tepatnya pada abad ke-19, setelah dunia Islam mengalami penjajahan barat, timbul pemikiran di kalangan ahli tata negara di berbagai dunia Islam untuk mengadakan konstitusi. Pemikiran ini timbul sebagai reaksi atas kemunduran umat Islam dan respons terhadap gagasan politik barat yang masuk di dunia Islam bersamaan dengan kolonialisme terhadap dunia Islam. Sebab salah satu aspek dari isi konstitusi atau Undang-Undang Dasar adalah bidang-bidang kekuasaan negara. Kekuasaan itu dikenal dengan istilah Majlis Syura ahl al-halli wa al-aqdi

        Menurut Abdul Kadir  Audah, kekuasaan dalam negara Islam itu dibagi ke dalam lima bidang, artinya ada lima kekuasaan dalm Negara Islam, yaitu :
1.      Sulthah Tanfizhiyyah ( kekuasaan penyelenggara undang-undang )
2.      Sulthah Tashri’iyah ( kekuasaan pembuat undang-undang )
3.      Sulthah Qadhoiyah ( kekuasaan kehakiman )
4.      Sulthah Maliyah ( kekuasaan keuangan )
5.      Sulthah Muraqabah wa Taqwim ( kekuasaan pengawasan masyarakat )

2.      Siyasah Dauliyah merupakan segala bentuk tata ukuranatua teori-teori tentang sistem hukum internasional dan hubungan antar bangsa. Pada awalnya Islam hanya memperkenalkan satu sistem kekuasaan politik di bawah risalah Nabi Muahammad SAW dan berkembang menjadi satu sistem khilafah atau kekhlfaan.
        Dalam sistem ini dunia internasional, dipisahkan dalam tiga kelompok kenegaraan, yaitu :
1.      Darussalam, yaitu negara yang ditegakkan atas dasar berlakunya syariat Islam dalam kehidupan.
2.      Darul-Harbi, yaitu negara non Islam yang kehadirannya mengancam kekuasaan negara-negara Islam serta menganggap musuh terhadap warga negaranya yang menganut agama Islam.
3.      Darus-Sulh, yaitu negara non-Islam yang menjalin persahabatan dengan negara-negara Islam, yang eksistensinya melindungi warga negara yang menganut agama Islam.
Antara Darus-Salam dengan darus-sulh terdapat presepsi yang sama tentang batas kedaulatannya, untuk saling menghormati dan bahkan menjalin kerjasama dengan dunia internasional. Keduanya saling terikat oleh konvensi untuk tidak saling menyerang dan hidup bertetangga secara damai, sementara hubungan antara darus-salam dengan darus-harb selalu diwarnai oleh sejarah hitam. Masing-masing selalu memperhitungkan terjadi konflik, namun demikian Islam telah meletakkan dasar untuk tidak berada dalam posisi pemrakarsa meletusnya perang. Perang dalam hal ini merupakan letak mempertahankan diri atau sebagai tindakan balasan.
       Perang dalam rangka mengahdapi serangan musuh di dalam Islam memperoleh pengakuaan yang syah secara hukum, dan termasuk dalam kategori jihad. Meskipun jihad dalam bentuk perang di benarkan di dalam Islam, namun pembenaran tersebut hanya sebatas di dalam mempertahankan diri atau tindakan balasan. Juga terbatas didalam rangka menaklukkan lawan bukan untuk membinasakan dalam arti pembantaiaan atau pemusnahan. Oleh karena itu, mereka yang menyerah, tertawan, para wanita, orang tua dan anak-anak, orang-rang cacat, tempat-tempat ibadah, dan sarana serta prasarana ekonomi rakyat secar umum harus dilindungi.

3.      Siyasah Maaliyah, Politik yang mengatur sistem ekonomi dalam islam. Politik ekonomi Islam yang menjamin terpenuhinya kebutuhan primer setiap rakyat dan tercukupinya kebutuhan pelengkap sesuai dengan kadar kemampuannya. Untuk itu, semua kebijakan ekonomi Islam harus diarahkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan asasi dan ( jika memungkinkan ) terpenuhinya kebutuhan pelengkap pada setiap orang ( perindividu ) yang hidup di dalam Negara Islam, sesuai dengan syariah Islam. Karenanya income Negara untuk terealisasinya pemenuhan kebutuhan ekonomi Negara melalui zakat, kharraj ( pajak ), jizyah ( kontribusi jaminan keamanan yang diambil dari non muslim sebagai ganti zakat bagi muslim ), denda, ghanimah dan fa’I serta segla bentuk incame yang sesuai dengan syariat Islam.
D. Karakteristik Politik Islam
        Yusuf Quradhawy emberikan gambaran tentang karakter politik Islam, bahwa masyarakat islam merupakan sebuah masyarakat yang unik baik dalam komposisi unsur pembentukannya ataupun dalam karakter spesifiknya. Ia adalah masyarakat Rabbani, manusiawi dan seimbang . keanggotaannya mencakup ragam etnisitas dan komunal. Ia adalah masyarakat lintas local, lintas cultural, dan lintas etnis yang diikat oleh nilai-nilai dan akidah Islam, sehingga melahirkan tata sosial dan siyasah yang khas. Siyasah Islam merupakan cerminan utuh dari karakter Islam seperti sifat syumuliyah ( universal ), dan waqi”iyah ( realistik ). Adapun karakteristik siyasah Islam adalah sebagai berikut :
      Pertama, Bersifat Rabbaniyah, dalam arti sumber, teori, dan aplikasinya. Maksudnya seluruh aktivitas siyasah mengacu kepada hukum dan nilai-nilai yang berasal dari Allah SWT atau keteladanan Nabi Muhammad SAW. Maka semua konsepsi, metodelogi, dan aplikasi siyasah Islam mengacu pada sumber-sumber rabbaniyah. Aktivitas siyasah apapun yang dilakukan oleh kaum muslimin tidak pernah lepas dari tanggung jawab manusia sebagai khalifah-Nya di bumi yang bertugas memakmurkannya dengan kehendak dan ketentuan-Nya.
      Kedua, syari’ah. Maksudnya menjunjung tinggi  syari’ah yang berisi hukum-hukum Allah SWT dalam seluruh aspeknya. Menurut imam al-Mawardi syariah mempunyai posisi menentukan sebagai sumber legitimasi terhadap kekuasaan. Ia memadukan antara realita kekuasaan dan idealitas siyasah seperti di syariatkan oleh agama, dan menjadikan agama sebagai ukuran jurifikasi kepantasan atau kaepatutan siyasah yang menyebabkan ia berhak menjalankan kekuasaan. Dengan demikian, dalam siyasah Islam, sebuah penguasa atau pemerintahan yang tidak menerapkan syariah dipandang  sebagai pemerintahan atau penguasa yang tidak syar’i ( tidak legitimed ). Setiap muslim wajib menolak pemerintah yang tidak syar’i dan tidak menerapkan hukum-hukum Allah SWT.
       Ketiga, seimbang baik dalam pandangan hidup ataupun perilaku. Maksudnya bahwa seluruh sistem politik Islam berdiri di atas landangan keseimbangan yang telah menjadi ciri alamiah segala makhluk Allah SWT. Oleh karena iitu, sikap, kebijakan, atau tindakan, lebih-lebih tindakan siyasah yang menjauh dari asas keseimbangan akan menimbulkan dampak dan implikasi  yang sangat luas, yaitu terjadinya berbagai kerusakan di segala bidang kehidupan. Selanjutnya kerusakan-kerusakan itu akan semakin meluas dan melahirkan berbagai malapetaka yang kehancurannya bukan hanya melanda kehidupan manusia sebagai pelaku kerusakan tapi juga pada alam lingkungannya
       Keempat, adil yaitu meletakkan sesuatu pada tempatnya tanpa melampaui batas. Maksudnya, bahwa politik Islam meletakkan adil sebagai pra syarat legitimasi sebuah pemerintahan. Oleh karenanya, Islam memandang suatu kebijakan atau tindakan yang jelas-jelas mengabaikan keadilan dan menyepelekan kebenaran adalah salah satu bentuk kezaliman. Kezaliman dan ketidakadilan identik dengan kerusakan dan kegelapan. Keduanya menjadi sumber kehancuran bagi kemanusiaan.
       Kelima, moderat ( wasathiyah ). Maksudnya, bahwa politik Islam harus berdiri dengan kebenaran tengah dua kebatilan, keadilan di tengah dua kezaliman, di tengah-tengah di antara dua ekstemitas yang menolak eksageritas. Misalnya, masala-masalh yang menyangkut sistem moral yang memadu perilaku siyasah seorang muslim. Ia berada di tengah antara sistem moral yang sangat idealistic yang nyaris tidak dapat diterapkan oleh manusia dengan sistem moral yang sangat pragmatic yang cenderung tidak mengindahkan norma-norma ideal.
       Keenam, alamiah dan manusiawi. Maksudnya siyasah Islam tidak mengeksploitasi alam secara membabi buta. Bahkan aktivitas siyasah yang dapat merusak tata alamiah yang disebabkan pembangkangan tehadap hukum-hukum Allah SWT dipandang sebagai telah melakukan kerusakkan dimuka bumi. Demikian pula Islam memandang penghargaan dan penghormatan kepada harkat masing-masing sebagai kebajikan yang sangat manusiawi. Untuk itu, Islam menekankan para pemegang kekuasaan supaya terus menjunjung tinggi HAM yang paling fundamental seperti hak hidup dan kehormatannya selain memperhatikan masalah kebutuhan primer manusia yang dengannya ia dapat menjaga harkat dan martabatnya.
       Ketujuh, Egaliter, maksudnya siayasah Islam menempatkan manusia pada posisi yang sama dan juga menjanjikan semua manusia memperoleh persamaan dan keadilan yang merata tanpa membeda-bedakan  warna kulit, jenis kelamin, kebangsaan, ataupun keyakinannya.
       Kedelapan, memerdekakan. Watak siyasah Islam yang alamiah, manusiawi, egaliter berkonsekuensi pada menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan universal. Kemanusiaan adalah salah satu nialai kemanusiaan yang paling fundamental. Secara luas kaum muslimin meyakini tiga nikmat dari Allah SWT yang dipandang paling fundamental, yaitu nikmat iman, nikmat hidup, dan kemerdekaan. Dalam Islam ketiga nikmat itu dikategorikan sebagai bagian dari HAM yang asasi dan karenanya harus dihormati secara proporsional.
        Maka Islam menekankan enam prinsip yang harus menjadi landasan aktivitas politik yang bertujuaan mencciptakan suatu situasi dan iklim kemerdekaan, yaitu :
1.      Kebebasan dalam Islam tidak boleh lepas dari prinsip keadilan.
2.      Kebebasan yang ditekankan islam adalah kebebasan yang disertai sifat akhlak terpuji,seperti kasih sayang, lemah lembut dan sebagainya.
3.      Kebebasan yang diberikan Islam kepada individu dan masyarakat adalah kebebasan yang disesuiakan dengan syariah dan selaras dengan tabiat manusia.
4.      Kebebasan yang dikuatkan Islam adalah kebebasan yang menyelaraskan antara hak-hak individu dan hak-hak masyarakat
5.      Kebebasan individu menurut Islam akan berhenti dimana, bermula kebebasan orang lain
6.      Kebebasan hakiki tidak akan terwujud jika tidak dalam rangka agama, akhlak, tanggung jawab, akal dan keindahan
        Kesembilan, Bermoral. Maksudnya kebebasan yang diwujudkan oleh siyasah Islam bertujuan untuk memastikan manusia sebagai makhluk bermoral yang dengan kemerdekaan dan kebebasannya ia menjadi orang bertanggung jawab terhadap semua pilihan yang diambilnya.
       Kesepuluh, orientasi pelayanan. Maksudnya secara fundamental aktivitas siyasah Islam bertanggung jawab dalam memperhatikan dan melayani semua yang berada dalam kekuasaannya, terutama mereka yang lemah secar ekonomi dan sosial. Selanjutnya pemerintah berkewajiban memberikan jaminan yang layak kesemua penduduk agar memperoleh semua hak-haknya dan terbebas dari kesewnang-wenangnya orang kuat yang memangsa mereka.
      Kesebelas, orientasi ukhrawi. Maksudnya dengan siyasah Islam diharapkan akan terciptanya kehidupan yang sejahtera di dunia dan di akhirat. Karena aktivitas siyasah yang hanya diarahkan untuk memperoleh kesenangan atau kesejahteraan duniawi  justru berjuang pada kesengsaraan dan penderitaan, bahkan dalam banyak kasus, kehancuraan.



DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Saidus Syahar S. H. ,Asas – Asas Hukum Islam
( penerbit Alumni :1974 Bandung)
                                                                          

Translate