Ditulis oleh Zulfikar AR
Sudah menjadi kenyataan yang berlaku
umum bahwa untuk berdirinya negara yang merdeka maka harus dipenuhi
sekurang-kurangnya 3 syarat, yaitu adanya wilayah, rakyat yang tetap, dan
pemerintahan yang berdaulat. Ketiga syarat ini merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan satu sama lain.
Rakyat yang menetap di suatu wilayah
tertentu, dalam hubungannya dengan negara disebut warga negara(citizen). Warga
negara secara sendiri-sendiri merupakan subjek-subjek hukum yang menyandang
hak-hak sekaligus kewajiban-kewajiban dari dan terhadap negara.
Setiap warga negara mempunyai
hak-hak yang wajib diakui oleh negara dan wajib dihormati, dilindungi, dan
difasilitasi, serta dipenuhi oleh negara. Sebaliknya, setiap warga negara juga
mempunyai kewajiban-kewajiban kepada negara yang merupakan hak-hak negara yang
juga wajib diakui, dihormati, dan ditaati atau ditunaikan oleh setiap warga
negara.
Dengan salah satu persyaratan
diterimanya status sebuah negara harus adanya unsur warganegara yang diatur menurut
ketentuan hukum tertentu, sehingga warga negara yang bersangkutan dapat
dibedakan dari warga negara lain. Pengaturan mengenai kewarganegaraan ini
biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari dua prinsip dasar, yaitu
prinsip ‘ius soli’ atau prinsip ‘ius sanguinis’.
Dalam zaman keterbukaan seperti
sekarang ini, kita menyaksikan banyak sekali penduduk suatu negara yang
berpergian keluar negeri, baik karena direncanakan dengan sengaja ataupun
tidak, dapat saja melahirkan anak-anak di luar negeri. Bahkan dapat pula
terjadi, karena alasan pelayanan medis yang lebih baik, orang sengaja
melahirkan anak di rumah sakit di luar negeri yang dapat lebih menjamin
kesehatan dalam proses persalinan.
Dalam hal, negara tempat asal
seseorang dengan negara tempat ia melahirkan atau dilahirkan menganut sistem
kewarganegaraan yang sama, tentu tidak akan menimbulkan persoalan. Akan tetapi,
bagaimana apabila kedua negara yang bersangkutan memiliki sistem yang berbeda?
Kewarganegaraan manakah yang akan menjadi miliknya? Akan kah seseorang itu
menjadi warga negara tempat dia dilahirkan? Atau tetap menjadi warga negara
sebagaimana kewarganegaraan yang dimiliki orang tuanya? Atau pun ada
kemungkinan lain, yaitu memiliki kewarganegaraan ganda, atau bahkan tidak
memiliki kewarganegaraan sama sekali (stateless).
Hal demikianlah yang menjadi
permasalahan dalam masalah kewarganegaraan. Walaupun setiap negara itu memiliki
peraturan hukum tersendiri dalam menentukan kewarganegaraan rakyat nya. Dengan
adanya ketentuan-ketentuan yang tegas mengenai kewarganegaraan, maka akan dapat
mencegah adanya penduduk yang a-patride dan yang bi-patride.
Ketentuan-ketentuan itu sangant lah penting untuk membedakan hak dan kewwajiban
bagi warga negara dan bukan warga negara.
Oleh karena itu, berdasarkan
permasalahan yang di sebutkan di atas, penulis akan mencoba mengurai dan
membahas permasalahan tersebut dengan melihat lebih jauh tentang apa yang
disebut warga negara dan kewarganegaraan, berikut dengan asas-asas
kewarganegaraan dan prinsip-prinsip dasar kewarganegaraan. Serta dasar
hukum yang mengatur tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Sehingga kita
dapat mengetahui dan memahami akan tema pemakalah yang akan di sampaikan
nantinya.
Warga
Negara dan Kewarganegaraan
Warga Negara adalah warga suatu
negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang- undangan.
Sedangkan Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan
warga negara. Dan Pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang asing untuk
memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan.
Kewarganegaraan merupakan
keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu (secara khusus: negara)
yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik.
Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang warga
negara berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.
Kewarganegaraan merupakan bagian
dari konsep kewargaan (bahasa Inggris: citizenship). Di dalam pengertian ini,
warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atau warga
kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah,
kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan
memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya.
Kewarganegaraan memiliki kemiripan
dengan kebangsaan (bahasa Inggris: nationality). Yang membedakan adalah hak-hak
untuk aktif dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa
menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan subyek suatu
negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak berpartisipasi dalam
politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota
bangsa dari suatu negara.
Di bawah teori kontrak sosial,
status kewarganegaraan memiliki implikasi hak dan kewajiban. Dalam filosofi
"kewarganegaraan aktif", seorang warga negara disyaratkan untuk
menyumbangkan kemampuannya bagi perbaikan komunitas melalui partisipasi
ekonomi, layanan publik, kerja sukarela, dan berbagai kegiatan serupa untuk
memperbaiki penghidupan masyarakatnya.
Lengkapnya ketentuan-ketentuan dalam
kewarganegaraan sekarang ini di atur dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2006 yang tertera di makalah ini pada halaman berikutnya.
Pemakalah bermaksud memisahkan dasar hukum kewarganegaraan itu pada halaman
khusus nantinya, agar kawan-kawan pembaca dan penyimak lebih memudahkan dalam
memahami dan menganalisis isi dari Undang-Undang tersebut.
Berbicara masalah warga negara maka
juga kita berbicara tentang orang-orang yang berada di wilayah suatu negara
tersebut, yaitu penduduk. Penduduk ialah mereka yang berada di wilayah sesuatu
negara untuk sementara waktu dan yang tidak bermaksud bertempat tinggal di
wilayah negara itu.
Bukan penduduk ialah mereka yang
berada di wilayah sesuatu negara untuk sementara waktu dan yang tidak bermaksud
bertempat tinggal di wilayah negara itu.
Sebelumnya dalam UUD’45 pasal 26
disebutkan: Penduduk ialah warga negara indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia.
Maka penduduk dapat dibagi atas
1. Penduduk warganegara, dengan
singkat di sebut “warganegara” dan
2. Penduduk bukan warganegara yang
disebut “orang asing”
Tiap negara biasanya menentukan
dalam UU keawarganegaraan siapa yang menjadi warga negara dan siapa yang
dianggap orang asing. Di indonesia dahulunya sebelum amandemen kewarganegaraan
itu di atur dalam UU No.62 tahun 1958.
Dalam UU 1945 pasal 26 itu
dinyatakan:
1. Yang menjadi warganegara ialah
orang-orang bangsa indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan dengan UU
sebagai warganegara.
2. Syarat-syarat yang mengenai
kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.
Asas
dan Stelsel Dalam Kewarganegaraan
Adapun asas kewarganegaraan yang
mula-mula dipergunakan sebagai dasar dalam menentukan termasuk tidaknya seorang
dalam golongan warganegara dari sesuatu negara, dan Asas-asas inilah kemudian
yang dianut di negara Indonesia dalam UU no. 12 tahun 2006 adalah:
a. Asas keturunan atau Ius Sanguinis
b. Asas tempat kelahiran atau Ius
Soli
c. Asas Kewarganegaraan Tunggal
d. Asas Kewarganegaraan Ganda
Terbatas
1. Asas Ius Sanguinis
Asas Ius Sanguinis menetapkan
kewarganegaraan seorang menurut pertalian atau keturunan dari orang yang
bersangkutan. Jadi yang menentukan kewarganegaraan seseorang ialah
kewarganegaraan orang tuanya, dengan tidak mengindahkan di mana ia sendiri dan
orangtuanya berasa dilahirkan.
Contoh: Seseorang yang lahir di
negara A, yang orang tuanya adalah warganegara B, adalah warganegara B.
2. Asas Ius Soli
Asas Ius Soli menetapkan
kewarganegaraan seseorang menurut daerah atau negara tempat ia
dilahirkan.
Contoh: seseorang yang lahir
dinegara A, adalah warganegara , walaupun orangtuanya adalah warganegara B.
3. Asas Kewarganegaraan Tunggal
Asas yang menentukan satu
kewarganegaraan bagi setiap orang
4. Asas Kewarganegaraan Ganda
Terbatas
Asas menentukan kewarganegaraan
ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang di atur dalam undang-undang
ini.
Dalam menentukan kewarganegaraan itu
dipergunakan dua stelsel kewarganegaraan, disamping asas yang tersebut di atas.
Stelsel itu ialah:
a. Stelsel aktif
Menurut stelsel aktif orang harus
melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu secara aktif untuk menjadi
warganegara.
b. Stelsel pasif
Menurut stelsel pasif orang dengan
sendirinya dianggap menjadi warganegara tanpa melakukan sesuatu tindakan hukum
tertentu.
Berhubung dengan dengan kedua
stelsel itu maka harus kita bedakan:
a. Hak opsi, yaitu hak untuk memilih
sesuatu kewarganegaraan (dalam stelsel aktif)
b. Hak repudiasi, yaitu hak untuk
menolak sesuatu kewarganegaraan (dalam stelsel (pasif)
Karena perbedaan dasaratau asas yang
dipakai dalam menentukan menentukan kewarganegaraan, maka hal demikian ini
menimbulkan tiga kemungkinan kewarganegaraan yang dimiliki seseorang:
1. a-patride
Yaitu, adanya seorang penduduk yang
sama sekali tidak mempunyai kewarganegaraan.
2. bi-patride
Yaitu, adanya seorang penduduk yang
mempunyai dua kewarganegaraan sekaligus (kewarganegaraan rangkap atau
dwi-kewarganegaraan)
Seseorang keturunan bangsa A, yang
negaranya memakai dasar kewarganegaraan ius soli, lahir dinegara B, dimana
berlaku dasar ius sanguinis. Orang ini bukanlah warganegara A, karena ia tidak
lahir di negara A, tetapi ia juga bukan warganegara B, karena ia bukanlah
keturunan bangsa B. dengan demikian orang ini sama sekali tidak mempunyai
kewarganegaraan. Ia adalah a-patride
Seorang keturunan bangsa B yang
negaranya menganut asas ius sanguinis lahir di negara A, dimana berlaku asas
ius soli. Oleh karena orang ini adalah keturunan bangsa B, maka ia dianggap
sebagai warga negara dari negara B, akan tetapi oleh negara A ia juga dianggap
sebagai warganegaranya, karena ia dilahirkan di negara A. orang ini mempunyai
dwi-kewarganegaraan. Ia adalah bi-patride.
Kesimpulannya: perbedaan asas
kewarganegaraan daripada dua negara A (ius soli) dan B (ius sanguinis) dapat
menimbulkan kemungkinan bahwa:
- si N adalah a-patride, karena ia
dilahirkan di negara B, sedang ia adalah keturunan warganegara A, atau
- si X adalah bi-patride, karena ia
dilahirkan di negara A, sedang ia adalah keturunan warganegara B.
3. multipatride
Seseorang yang memiliki
kewarganegaraan lebih dari dua.
Adanya ketentuan-ketentuan yang
tegas mengenai kewarganegaraan adalah sangant penting bagi setiap negara,
karena hal itu dapat mencegah adanya penduduk yang a-patride dan yang
b-patride. Ketentuan-ketentuan itu penting pula untuk membedakan hak dan
kewajiban-kewajiban bagi warga negara dan bukan warga negara.
Permasalahan tersebut di atas juga
harus di hindari dengan upaya:
• Memberikan Kepastian hukum yang
lebih jelas akan status hukum kewarganegaran seseorang
• Menjamin hak-hak serta
perlindungan hukum yang pasti bagi seseorang dalam kehidupan bernegara
Perolehan
dan Kehilangan Kewarganegaraan
Dapat dikatakan bahwa dalam praktik,
memang dapat dirumuskan adanya 5 prosedur atau metode perolehan status
kewarganegaraan yaitu :
1. Citizenship by birth, yaitu
pewarganegaraan berdasarkan kelahiran di mana setiap orang yang lahir di
wilayah suatu negara, dianggap sah sebagai warga negara yang bersagkutan. Asas
yang dianut adalah ius soli.
2. Citizenship by descent, yaitu
pewarganegaraan berdasarkan keturunan di mana seorang yang lahir di luar
wilayah suatu negara dianggap sebagai warga negara karena keturunan apabila
pada waktu yang bersangkutan dilahirkan keduanya adalah warga negara tersebut.
Asas yang dipakai disini adalah ius sanguinis.
3. Citizenship by naturalisation,
yaitu pewarganegaraan orang asing yang atas kehendak sadarnya sendiri
mengajukan pewrmohonan untuk menjadi warga negara dengan memenuhi segala
persyaratan yang ditentukan untuk itu.
4. Citizenship by registration,
yaitu pewargganegaraan bagi mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu
dianggap cukup dilakukan melalui prosedur administrasi pendaftaran ulang yang
lebih sederhana dibandingkan dengan metode naturalisasi yang lebih rumit.
5. Citizenship by incorporation of
territory, yaitu proses pewarganegaraan karena terjadinya perluasan wilayah
negara.
Seseorang dapat pula kehilangan
kewarganegaraan karena 3 kemungkinan sebagai berikut :
1. Renunciation, yaitu tindakan
seseorang untuk menanggalkan salah satu dari dua atau lebih status
kewarganegaraan yang diperolehnya dari 2 negara atau lebih.
2. Termination, yaitu penghentian
status kewarganegaraan sebagai tindakan hukum, kareana yang bersangkutan
memeperoleh kewarganegaraan dari negara lain.
3. Deprivation, yaitu suatu
penghentian paksa, pencabutan, atau pemecatan dari status kewarganegaraan
berdasarkan perintah pejabat yang berwenang karena terbukti adanya kesalahan
atau pelanggaran yang dilakukan dalam cara perolehan status kewarganegaraan
atau apabila orang yang bersangkutan terbukti tidak setia atau berkhianat
kepada negara dan Undang-Undang Dasar.
Status kewarganegaraan pada pokoknya
terkait dengan status seseorang sebagai warga dari suatu negara. Oleh karena
itu kewarganegaraan itu biasanya dipahami bersifat tunggal. Namun, di beberapa
negara federal, seperti misalnya AS dan Switzerland, setiap orang dianggap
terkait dengan dua subjek negara, yaitu negara bagian dan negara federal. Oleh
karena itu, warga negara AS dan Switzerland, pada hakikatnya memiliki 2 macam
kewarganegaraan, yaitu sebagai warga negara nasional dan warga negara bagian.
Tentu tidak semua negara federal menganut paham demikian. Meskipun Misalnya
India, meskipun susunan organisasinya juga federal, tidak menganut prinsip dwi
kewarganegaraanseperti itu. Negara federal India mirip dengan praktik di negara
kesatuan, yaitu memandang status kewarganegaraan warganya bersifat tunggal.
Berbeda dengan prinsip kelahiran
itu, di beberapa negara, dianut prinsip ‘ius sanguinis’ yang mendasarkan diri
pada faktor pertalian seseorang dengan status orang tua yang berhubungan darah
dengannya. Apabila orangtuanya berkewarganegaraan suatu negara, maka otomatis
kewarganegaraan anak-anaknya dianggap sama dengan kewarganegaraan orangtuanya
itu. Akan tetapi, sekali lagi, dalam dinamika pergaulan antar bangsa yang makin
terbuka dewasa ini, kita tidak dapat lagi membatasi pergaulan antar penduduk
yang berbeda status kewarganegaraannya.
Sering terjadi perkawinan campuran
yang melibatkan status kewarganegaraan yang berbeda-beda antara pasangan suami
dan isteri. Terlepas dari perbedaan sistem kewarganegaraan yang dianut oleh
masing-masing negara asal pasangan suami-isteri itu, hubungan hukum antara
suami-isteri yang melangsungkan perkawinan campuran seperti itu selalu
menimbulkan persoalan berkenaan dengan status kewarganegaraan dari
putera-puteri mereka.
Oleh karena itulah diadakan
pengaturan bahwa status kewarganegaraan itu ditentukan atas dasar kelahiran
atau melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan. Dengan cara pertama,
status kewarganegaraan seseorang ditentukan karena kelahirannya. Siapa saja
yang lahir dalam wilayah hukum suatu negara, terutama yang menganut prinsip
‘ius soli’ sebagaimana dikemukakan di atas, maka yang bersangkutan secara
langsung mendapatkan status kewarganegaraan, kecuali apabila yang bersangkutan
ternyata menolak atau mengajukan permohonan sebaliknya.v
0 cuap cuap:
Post a Comment