Cassanova
Dahlia
Chapter1
Jeruji besi
Kini kutertidur didinginnya kamar baja besi. Menatap cahaya lampu kuning berurukuran 5 watt seperti menatap matahari nak pulang. Yang semakin hari semakin membuat ku sadar betapa dinginnya kenyataan. Sembari menanti tali tambang itu akan melingkari leherku, aku masih bisa berharap Ia akan datang, burung berkicau menjengukku. Melontarkan cemoohnya, bahkan jangkrik pun tertawa saat selimut langit bertabur bintang dan bulan menatap ku berlinang air mata. Bahkan diriku sendiri tak percaya, tetesan itu akan ada.
Sesekali ku tertawa, bukan karena aku puas telah melakukan kejahatan, bukan juga karena aku merasa benar, dan bukan pula karena wajahku yang tak jauh dari layak untuk dinikmati keindahannya. Tapi karena Ia tak kunjung datang. Bukan hanya Dia, tapi yang lain juga tak kunjung datang. Bahkan tikus pun meninggalkan tinjanya diantara kasurku, sang sipir tertawa. Para tahanan hanya memeluk jeruji.
“sudah cukup!”, teriakku.”terimakasih teman – teman telah hadir dipesta pernikahanku malam ini. Dan makasih juga atas doa – doa yang telah kalian berikan pada kami!” malam itu pada tanggal 3 maret tahun 2011 aku mengadakan pesta pernikahan dengan perempuan idamanku bernama Alin, tubuhnya yang mungil bibirnya seperti cabe merah, rambutnya panjang berwarna hitam pekat mata khas orientalnya pun tak ketinggalan menghias diantara lesung pipit nya. Oh,kawan masa-masa itu begitu indah bila bisa diulang.
Pernikahan kami dimulai dengan sangat baik. Bulan madu kami di Bali, karena ayah saya adalah asli dari bali dan ibu asli dari Pakistan, walau pun begitu saya islam. Tapi kali ini istri saya adalah tionghoa,saya tau ini tidak bisa tapi bagaimana kalau cinta? Jangan Tanya tentang keluarga, dari kedua belah pihak tidak ada yang setuju. Tapi saya tetap melajutkan hubungan ini, dengan pernikahan sederhana ala barat, meski sedikit kerepotan saat dikantor agama.
“Najeeb!” teriak temanku memanggilku
“kemari sobat, mari kita makan”, balasku.
“sudah lumayan lamayah, terakhir kali kita bertemu saat kau memutuskan untuk pulang dari Toronto!”, pangkas temanku ketika duduk dikursi café. Pukul 21.00 tanggal 1 april, istri ku mengajakku makan di café temannya, pemandangan kota tepian dengan sungai Mahakam nya menjadi idola untuk dilihat di café ini, dan karena itulah café itu di sebut tepian café.
“sudah bosan di Toronto pengen ke kota asal, katanya kamu mau jadi dosen diunmul?”
“iya, alhamdulilah udah 4 bulan, mudahan aja bisa seterusnya”
“iya memang mimpimu menjadi dosen kan?
Ungkap ku dengan senyuman, bangga rasanya teman memiliki kehidupan yang lebih baik sama dengan kita. Meski ada iri sedikit. Tidak lama menunggu green tea caffucino yang terkenal nikmat di café itu datang sempat menghentikan pembicaraanku dengannya, ia terkekeh sembari menyeruput kopi nya
"Semua ini juga tidak akan mungkin tanpamu kawan", pungkasnya menyela pujian ku. Saat itu senja mulai mengukir gelora warna orange keemasan semakin menderus waktu dan senja mulai menapaki jejaknya. Pertemuan singkat dua sahabat yang lama tak bertemu membuat kami selalu mencuri jeda untuk bercerita nyaris tidk ada tempat untuk bernafas hanya bincang bincang yang tak penting kurasa, beruntung bidadariku mendampingiku tanpa lelah senyumnya merekah menemni gelak tawaku dengan sahabatku yang biasa kusebut dengan rey.
Chapter 2
1 cuap cuap:
Hem
Post a Comment