Samarinda
31 agustus 2014
KOIT
Koit adalah program
dari daiva yang khusus membahas tentang tokoh yang menginspirasi, berbeda dan
menerangi dan kali ini koit akan membawakan tokoh yang sangat luar biasa dan
begitu menginspirasi dan berharap aka nada orang orang yang seperti beliau
suatu hari nanti..
PUSPO WARDOYO
MENDIRIKAN RUMAH MAKAN AYAM BAKAR WONG SOLO BERMODALKAN 700 RIBU RUPIAH
08 September 2003
MENDIRIKAN RUMAH MAKAN AYAM BAKAR WONG SOLO BERMODALKAN 700 RIBU RUPIAH
08 September 2003
PERNAH dengar Rumah Makan Ayam
Bakar Wong Solo? atau Anda malah sudah pernah mencicipi menunya? Rumah makan
ini terkenal dengan ayam bakarnya. Setiap jam makan tiba, rumah makan ini
dipenuhi pengunjung. Jumlah gerai rumah makan ini pun tidak kalah dengan
waralaba makanan cepat saji asing. Hingga kini ada 27 gerai Ayam Bakar Wong
Solo yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan dengan pencapaian
hebat bagi usaha yang dirintis dengan modal hanya Rp 700 ribu.
Puspo Wardoyo, 47, merintis
waralaba Ayam Bakar Wong Solo hingga menjadi sebesar sekarang ini dari titik
paling bawah. Ia pernah menjajakan ayam bakar di kaki lima. Sejak kecil Puspo
sudah terbiasa berurusan dengan ayam. Orangtuanya penjaja ayam. Pagi hari,
Puspo kecil membantu menyembelih ayam untuk dijual di pasar. Siang sampai
malam, pria penggemar warna merah ini membantu orangtuanya menjajakan menu siap
saji seperti ayam goreng, ayam bakar, garang asem ayam, dan menu ayam lainnya
di warung milik orangtuanya di dekat kampus UNS Solo. Pekerjaan ini dilakoninya
sampai tamat kuliah.
Lulus kuliah, Puspo meninggalkan
bisnis unggas ini. Ia menjadi guru di daerah Muntilan. Awalnya ia merasa bangga
dengan profesi ini. "Gajinya tetap. Saya bisa membeli apa-apa yang saya
inginkan waktu itu. Plus, dihormati oleh murid-murid merupakan kebanggaan
tersendiri bagi saya," papar Puspo yang ditemui Bintang di salah satu
gerainya di daerah Kalimalang, Jakarta. Namun lama-kelamaan hatinya merasa
tidak sreg. Alasannya, ia merasa kurang berbakat menjadi guru. Puspo juga
merasakan profesi guru tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
keluarganya. Ia lantas berhenti dan kembali lagi ke kota asalnya. Ia kemudian
membuka warung makan. Tentu saja dengan ayam sebagai menu andalannya.
Berprofesi sebagai penjaja
makanan, pria beristri 4 -- bukan salah ketik, istri Puspo memang 4 orang,
sering mendatangkan cibiran orang sekelilingnya. Tapi ia cuek dan terus
menekuni usahanya. Suatu waktu, temannya yang berjualan bakso di Medan pulang
ke Solo, sang sahabat menyarankan agar ia pindah berjualan ke Medan. Prospek
bisnis rumah makan di kota itu sangat baik, kata sang teman. Ia tertarik dengan
ajakan kawannya itu. Untuk mendapatkan modal, ia kembali menjadi guru, kali ini
SMU di daerah Bagan Siapi-api, Riau. Warung makan miliknya ia tinggalkan. Puspo
mempercayakan pengelolaan warungnya pada seorang kerabat. Selama 2 tahun mengajar,
1989-1991, terkumpul uang sekitar Rp 2.400.000. Dengan uang itu ia membeli
motor dan sewa rumah kontrakan. Sisanya sekitar Rp 700.000 dipergunakan untuk
modal jualan ayam bakar. Kenapa mesti ayam bakar lagi? "Tiga hari sebelum
meninggal ayah berpesan agar saya berjualan ayam bakar. 'Insya Allah sukses'," kata pria berkacamata ini
menirukan ucapan mendiang ayahnya. Puspo lantas membuka warung kaki lima di
daerah Polonia, Medan. Sukses
tidak datang begitu saja. "Kadang-kadang sehari cuma laku beberapa potong,"
ingatnya. Melihat pertanda tidak bagus, sang istri Rini Purwanti, yang kala itu
bekerja sebagai dosen Politeknik USU, memintanya berhenti berjualan ayam bakar.
"Mertua saya bahkan menyuruh saya bertobat berdagang dan menjadi guru
kembali," tegasnya lagi. Tapi dengan kesabaran dan ketaqwaan Puspo, maju
terus.
Usahanya tidak sia-sia. Pelan
tapi pasti usahanya berkembang. Pegawainya pun bertambah. Suatu saat pegawainya
tertimpa masalah. Ia terlibat utang dengan rentenir. Puspo membantunya dengan
cara meminjamkan uang. Sebagai ucapan terimakasih, sang pegawai membawa
wartawan sebuah harian lokal Medan. Si wartawan yang merupakan sahabat suami
pegawai yang ditolong Puspo kemudian menuliskan profilnya. Judul artikel itu
Sarjana Buka Ayam Bakar Wong Solo. Artikel itu membawa rezeki bagi Puspo. Esok
hari setelah artikel dimuat, banyak orang berbondong-bondong mendatangi
warungnya. "Seratus potong ayam ludes per hari. Keesokan harinya meningkat
menjadi 200 potong ayam per hari. Omset saya waktu itu mencapai 350 ribu per
hari," sebut pria berbadan besar ini. Hari ke hari usahanya makin sukses. Ia pun kemudian
mendirikan tempat yang lebih representatif dan mulai melebarkan sayapnya ke
berbagai daerah.
Kemampuan meracik dan meramu
masakan didapatnya sewaktu bekerja membantu ayahnya berdagang. "Saya
memiliki naluri memasak sejak kecil dan tumbuh di lingkungan yang memiliki
usaha rumah makan. Bermodalkan naluri itu saya merancang sendiri menu-menunya
dan bukan belajar dari buku, juru masak, atau orang lain," papar bapak 10
anak ini. Bahasa kerennya, ia belajar masak secara otodidak. Kemampuannya ini
terus diasahnya sampai sekarang. Hasilnya di Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo
sekarang telah ada 50 menu. Sebagian besar modifikasi dari masakan-masakan yang
telah ia ciptakan sebelumnya. Sekarang ini menu yang dihidangkan bukan sekadar
ayam. Ada ikan, sayur mayur, dan jus. Ada catatan khusus untuk jenis yang
disebut terakhir ini. Nama yang diberikan Puspo untuk hasil karyanya ini unik.
Ada jus Poligami dan Jus Dimadu. "Jus poligami berisi gabungan buah-buahan
berserat yang dicampur menjadi satu. Sedangkan Jus Dimadu kombinasi buah
Markisa dengan buah Torung -- buah khas Medan. Rasanya, semanis madu,"
sebut Puspo yang pernah dua kali menyabet penghargaan Enterprise 50 versi Accenture
dari majalah Swa dan HIPMI ini. Ia punya alasan sendiri untuk menggunakan nama
ini. "Saya sedang mengampanyekan poligami itu tidak seburuk anggapan
orang," cetus penerima penghargaan Waralaba Unggulan Tahun 2003 dari
Presiden Megawati ini.
Bagi Puspo bekerja tidak hanya
sekadar mencari nafkah saja. Lebih dari itu, bekerja sarana beribadah dan
beramal. Tidak heran jika nuansa Islami sangat mengental di rumah makan yang
dikelolanya. Semua karyawatinya mengenakan jilbab. "Sebelum masuk dan
sebelum pulang, karyawan mendapatkan kultum -- kuliah tujuh menit, mengenai
Islam. Tujuannya agar akhlak mereka menjadi terus baik," terangnya. Puspo
kini tengah mencoba menambah gerainya. Ia berniat masuk ke mal-mal dan
supermarket. Tidak puas Puspo berniat mengglobalkan Ayam Bakar Wong Solo.
"Kami sedang mengusahakan mendirikan gerai di Malaysia, Brunei, bahkan di
Belanda," katanya. Tapi namanya masih tetap Wong Solo kan, bukan Wong
Londo?
0 cuap cuap:
Post a Comment